"Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti". (Ali bin Abi Thalib). Maka dari itu, melalui blog ini aku ingin mengabadikan hidupku, bahkan lebih dari nyawaku.
Home » » Perjalanan Legislature Expo part 2

Perjalanan Legislature Expo part 2


Pagi harinya 21 januari 2013, aku harus menyiapkan segalanya setelah materi dalam powerpoint sudah selesai kugarap dengan bantuan mas wira semalaman. Makan pagi sudah siap, kulihat mataku tidak buta warna, banyak warna almamater disini, mesipun dominan biru tetapi beda lambang. Penampilanku pagi ini cukup rapih, celana kain hitam, sepatu pantofel hitam ditambah kemeja putih tentunya dengan almamater biru bertuliskan “aljamaati alislamiyati alindonesia” di dada kananku, cukup membuatku nampak elok hari ini.

Bikun masih setia menemani kami dari GSP ke ruang sidang UI. Seperti biasanya, acara dimulai dengan pembukaan, sambutan-sambutan dan penampilan tari betawi oleh mahasiswai UI, sedikit berbeda dengan pelaksanaan acara-acara di kampusku. Tidak ada pembacaan qalam ilahi, maklum ini bukan kampus islam, tetapi ini kampus indonesia, yang mayoritas beragama islam tetapi?.. entahlah.

Mulai acara pembukaan, nampak dua orang MC yang menurutku jauh dari kapasitas MC yang yang baik, apalagi untuk kampus setaraf UI. Begitu tidak siapnya pembawa acara, ditambah pembaannya yang sungguh tidak meraik, membuatku dan mungkin sebagaian besar peserta diruangan yang megah itu nampak kecewa. Acara berikutnya yaitu seminar, sebagai keynote speaker Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A tak banyak hal yang kucatat dari penjelasan beliau, yang kutahu beliau sangat gagah, lebih dari apa yang selama ini kulihat di televisi. Sementara aku sibuk menyiapkan diri untuk prentasi siang nanti.

Dilanjutnkan dengan talkshow oleh Masnur Marzuki, S.H. LLM. Dari foto yang ditunjukkan panitia, kiranya aku kenal pakaian wisuda yang digunakan pamateri ini. Benar, masnur alumni UII. Hal ini cukup membuatku bangga, mungkin kamu tidak percaa, ditengah kerumunan orang banyak bertakbir “Allahu Akbar”, tapi memang itulah yang kuucapkan ketika beliau memperkenalkan diri. Begitu menawannya seorang Masnur dapat mengondisikan para peserta yang begitu antusias dengan kritikan dan pertanyaannya, hingga wajah cantik seorang moderator hanya tinggal kecantikan yang duduk manis di shofa pemateri, karena Masnur sendiri yang mempersilahkan semua peserta bersuara. Begitu riuh, dari sini sudah nampak kegetiranku, pertanyaan-pertanyaan kecil singgah dipikiranku ini “akankah nanati ketika aku presentasi, mereka seramai ini” dag-dig-dug…. Tetapi tidak sampai door.

Sejenak kemudian, muncul pembicara ke-3, aku lupa namanya. Yang kuingat, mbak ini adalah salah satu perumus UU KM UI, dia orang hebat pikirku. Tetapi kekecewaan dan kekesalanku pada panitia semakin menjadi-jadi, bagaimana pembicara sehebat ini kok disuruh ngisi materi tata cara sidang? Padahal para peserta adalah perwakilan DPM se-Indonesia, tentunya sudah mengerti tentang hal tersebut. Benar dugaanku, baru selang beberapa menit pemateri memulai, peserta langsung menghentikannya dengan alasan buang-buang waktu lah, kam sudah sering rapatlah, intinya materi ini tidak berbobot bagi mereka. Tetapi satu hal yang aku sayangkan, kok cara menyampaikan pendapat seoang DPM sangat bobrok seperti itu? Emosiku dan emosi teman-teman yang kasihan melihat pemateri dipermalukan seperti ini terbakar, sangat lucu. Aku tak bisa menggambarkannya, coba kamu bayangkan, dalam ruangan itu ada sekelompok orang yang membela pemateri untuk meneruskan materinya sampai selesai, ada sekelompok orang kebanyakan yang dengan keras menolak bahkan ingin mengganti acara dengan nada keras dan ribut. Bahkan seorang moderator yang sekaligus ketua DPM UI tidak berdaya menghadapi kondisi ini, sementara panitia? Aku tak tahu kenapa kok bisa menyuguhkan acara seperti ini. Aku semakin membara, sampai-sampai dalam komentarku aku mengkritik mereka dan mempersilahkan mereka untuk mengikuti presentasiku nanti, seolah-olah meyakinkan mereka aku akan manyampaikannya dengan baik. Disisi lain aku ketakukan bagaimana jadinya nanti.. bismillah, mas Wira meyakinkanku.

Setelah sholat dzuhur, aku menyempatkan untuk berlatih sejenak di basement. Sebenarnya bukan materi yang aku siapkan, tetapi mentalku. Aku ingat perkataan mas Alfi ketika mau presentasi d UNYSEF “bayangkan orang-tuamu ada diantara audience, dan mereka bangga kepadamu.” Hal ini meyakinkanku untuk bisa tampil memukau dihadapan orang-orang aneh berlabel DPM ini,  bukan soal menang atau kalah, buakan soal juara atau tidak sekarang. Tetapi bagaimana aku bisa menyampaikan pesan yang aku bawakan dengan baik dan dapat mereka fahami. Hanya itu, karena memang kali ini beban juara sudah tidak ada di benakku, tak tahu.

Pertama Dian handayani tampil dengan begitu gugup hingga aku merasakan kegugupannya itu, banyak materi yang menurutku belum dia sampaikan. Kemudian Jodi, si jaket kuning tampil lebih memukau dari Novi tetapi essai yang dia sampaikan menurutku terlalu sempit, dia menggambarkan mahasiswa Indonesia hanya sebagai cerminannya kampusnya sendiri. Ditambah slide ppt yang begitu tidak menariknya, menurutku, menurutmu juga mungkin. Tetapi dia bagus, hebat. Kini giliranku tampil, setelah bersalaman dengan mas wira, bang Anam Khan, aku maju kepanggung dengan langkah semangat. Tak banyak yang bisa kusampaikan, yang kutahu muka para audoence nampak menyimak dengan seksama, juri tersenyum-senyum,  sebagaian mengikuti puisi  yang kubacakan, semakin juga geram atas kritik yang aku lontarkan, namun sebagian setuju dengan pesan ayng aku bawakan ini. Alhamdulillah, menurutku aku sukses membawakan ini.

Pertanyaan dewan juri, kritikan, masukan, saran membuatku cukup berkeringat diruangan sebesar ini. Ditambah riuhnya para peserta yang mengkritik kami (para presenator) ada juga yang kagum, ada juga yang mengatakan kami tak pantas masuk final. Yang pasti, semua kritik itu membangun, heboh. Dimana aku mengkritiki DPM Indonesia yang menurutku sedang tertidur nyenyak, ditambah si Novi yang mengatakan DPM adalah ilusi dibalik bayang eksekutif, dan Jodi yang bilang DPM miskin fungsi. Kami bertiga harus menyampaikannya kepada perwakilan DPm se-indonesia dalam naungan FLM2MI di hadapan kami ini.

Tibalah pengumuman juara, aku tak tahu kenapa kali ini aku biasa-biasa saja. Padahal aku sebagai jura dua, berbeda saat aku menerima trofi ke-3 saat UNYSEF, dan juara 1 pada GRADASI. Alhamdulillah. Sekarang aku ingin menyampaikan pesan, juara atau tidak itu hanya hadiah menurutku saat itu.

Acara selanjutnya, jamuan makan malam bersama walikota Depok. One day no rice, pak walikota begitu hafal menyampaikan program kerjanya tersebut. Tidak salah jika bang Anam Khan perwakilan dari UNISMA bilang kalo pak walikota lucu, dan dengan khas Maduranya bang Anam berkomentar yang tak kalah lucunya juga.

Malam sekaligus hari ini begitu melelahkan. Pun begitu sangat mengesankan, bertemu orang-orang hebat, sekaligus berusaha memahami watak dan karakternya masing-masing. tidak mudah menjadi pemimpin, pemimpin itu bukan stock, tetapi pemimpin adalah proses. Siapa yang tidak tahan dengan proses, ia gagal menjadi pemimpin.

***

0 komentar:

Posting Komentar


My Photo Galery

Translate

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Sejernih Sungai Cinta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger