"Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti". (Ali bin Abi Thalib). Maka dari itu, melalui blog ini aku ingin mengabadikan hidupku, bahkan lebih dari nyawaku.
Home » » Emak, Hadirlah dalam Mimpiku Malam Ini

Emak, Hadirlah dalam Mimpiku Malam Ini



Assalamualaikum wr wb. Apa kabar engkau di Tanah Madura, emak? aku tahu, tak perlu kutuliskan surat ini pun engkau sudah bisa melihatku dari sajadahmu setiap malam.
Surat ini hanyalah bentuk kekecewaanku mak. Kebuntuanku berfikir, sehingga aku harus lari pada laptop kemudian menatap layarnya dan mulai kuikuti jari-jari ini mengetik benjolan-benjolan keyboard. Aku disini seperti bayi yang baru lahir ke dua entah sebagai anak siapa. Aku merindukanmu mak, menginginkanmu ada di sampingku.
Aku bisa saja menelponmu mak, bercerita panjang lebar kemudian menangis jika itu kuanggap perlu. Tetapi bagiku itu tidak mampu mengobati rasa rinduku itu, karena rinduku bukan rindu kepadamu. Bukan rindu kepada jasadmu, tetapi lebih dari itu mak. Ini yang menulis adalah hatiku, bukan bibirku. Maka kerinduanku adalah kerinduaan bayi tadi kepada hati ibunya.

Mari kita berdialog dalam sepi, mak. Mak aku teringat tiga tahun yang lalu, sebelum aku duduk di bangku kuliah. Setiap malam engkau yang mengantarkau ke kamar mandi untuk berwudu, kemudian bersimbah kepada Tuhan kita. Engkau juga yang mencegahku untuk menangis terisak-isak ketika air mataku mulai bercucuran diatas sajadah kumal itu. Karena engkau yakin, Tuhan akan mengabulkan doaku.
Tetapi itu dulu mak, tiga tahun yang lalu. Sebelum aku pergi merantau meninggalkan tanah Madura yang tandus tempatmu melahirkanku. Aku sempat berjanji dalam batinku ketika pelukan mesrahmu di depan rumah sembari melepas kepergiaanku ke Jogja. Tahukah emak, apa janjiku? Aku akan segera pulang dengan membanggakanmu.
Namun jika engkau tahu apa yang kukerjakan disini mak? Mungkin engkau akan kecewa. Kecewa melihatku tidak seperti dulu, UII kampus tempatku belajar ini rupanya tidak menjamin aku menjadi orang baik. Aku merasa sangat jauh dari Allah mak, seolah-olah aku merasa sangat sibuk dengan kegiatan kampus yang mengekangku untuk kelelelahan kemudian tertidur. Sehingga aku lupa mengerjakan ibadah sunnah seperti yang engkau contohkan kepadaku disetiap tengah petang.
Emak, jangan bilang eppak ya mak jika aku menulis surat ini untukmu. Aku takut eppak tambah sakit mendengar anaknya menjadi begini. Bisa kubayangkan bagaimana kekecewaannya jika melihatku tak lagi dekat dengan Allah. Padahal begitu jelas di mataku ketika emak dan eppak selalu mendahuluiku mengadukan dahinya di atas sajadah untuk memohonkan kesuksesanku. Tetapi apa yang kubalas untuk kalian?

Oh Emmak,aku malu pada Allah. Aku takut Allah murka kepadaku, karena aku menyakitimu. Karena aku tahu ridhomu adalah ridho Allah juga.
Aku menangis mak, ketika aku mendengar kembali kisah Salman al Farizi. Dengan perjuangan untuk mengabulkan permintaan ibunya menunaikan ibadah haji. Padahal untuk berjalan saja, ibunya tidak mampu. Salman rela menggendong ibunya itu melewati panas dan dinginnya gurun pasir, bahkan kulitnya sampai terkelupas karena saking jauhnya perjalanan ke Mekkah. Hanya untuk mengabulkan permintaan ibunya itu. Hal itulah yang membuat Allah juga menyayangi Salman.
Hmm… Padahal aku juga tahu mak, perjuangan Salman tadi itu tidak ada apa-apanya diabandingkan dengan perjuangan ibunya. Tetapi kemudian aku mulai melihat diriku mak, aku tidak pernah menggendongmu sampai ke Mekkah. Atau mungkin melakukan pengorbanan-pengorbanan lainnya yang dapat menyenangkan hatimu. Hampir tidak pernah kan mak?..
Aku malu kepadamu mak. Aku ini anak tidak tahu balas budi. Padahal engkau tidak meminta apa-apa, termasuk untuk menggendongmu. Engkau hanya ingin melihatku belajar sungguh-sunggu di Jogja, beribadah dengan taat kepada Allah. Perkerjaan yang sejatinya untuk kebutuhanku sendiri itu saja aku ogah-ogahan melakukannya mak.
Jika engkau disini mak, mungkin engkau akan menggeleng-gelengkan kepalamu. Melihatku memilih lebih sibuk dengan duniaku sendiri. Hanya ketika aku gagal aku mulai mendekat kepada Allah, oh mak aku benar-benar tidak tahu malu.
Jika aku mendapatkan kebahagiaan? Jarakku kembali renggang dari Allah.
Aku menginginkanmu disini mak, disampingku. Aku ingin engkau kembali menjewer telingaku ketika aku nakal.

Mak, aku takut Allah memisahkan kita jika kita telah meninggal nanti. Aku takut engkau tenggelam dalam neraka akibat perbuatanku, perbuatan anakmu yang tidak tahu diri ini. Padahal aku yakin, setiap ibu dimuka bumi ini berharap anak-anaknya dapat mendoakannya, sehingga dapat mengangkat derajatnya di hadapan Allah kelak.
Oh emak, aku tidak bisa terus-terusan begini. Aku ingin selalu ada didekatmu, ada dipangkuhan kasih sayangmu. Sampai kita bertemu Allah nanti. Mak, jika boleh anakmu yang penuh dosa ini berharap. Maafkan aku ya mak, aku tidak mengikuti kata-katamu. Maafkan aku mak, maafkan aku…
Jika boleh, aku ingin kembali mencium keningmu mak. Memelukmu mak, menyucurkan air mataku di pundakmu. Oh emak, sampaikanlah salamku kepada Allah.
Ya Allah, jangan pisahkan dan cerai-beraikan kami di akhirat nanti ya Allah. Aku ingin tetap utuh bersama emak dan keluargaku di Surgamu nanti. Amin.
Ya Allah, aku tahu penyesalan memang selalu di akhir. Tetapi akupun juga tahu, tidak ada pertaubatan yang terlambat sebelum ajal sampai di leher. Oleh karena itu ya Allah, maafkan aku. Maafkan emakku, dan maafkan seluruh umat muslim. Golongkan kami sebagai umat Nabi Muhammad yang mendapat syafaat, dan jadikan kami bertetangga di Surgamu kelak.
***
Emak, hadirlah pada mimpiku malam ini, beri nasihat anakmu. Dan bangungkan aku untuk kembali bersujud pada Allah. Jiwaku meronta tanpa Allah.

Yogyakarta, 24 Desember 2014.
(Peluk hangat, Anakmu yang Nakal)

0 komentar:

Posting Komentar


My Photo Galery

Translate

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Sejernih Sungai Cinta - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger