Dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula.
Untuk itu kami naik gunung. (Soe Hok Gie)
Kata-kata Gie ini memang aku amini. Sekaligus menjadi
motivasi sendiri untuk aku belajar naik gunung.
Tepat hari jumat di penghujung Oktober 2014,
disela-sela kuliah Endokrin tiba-tiba mas Muiz bilang gimana din kalo kita
muncak nanti sore? Wah, entah ajakan itu seperti membuyarkan materi endokrin
yang diterangkan Bu Yosi siang itu. Yang ada justru bayanganku sudah berdiri kokoh
di puncak merapi, gunung yang akan kita daki. Tentu ku jawab, oke mas.
Pikirku membatin, besok (sabtu:red) kan wisudanya mas
Wira. Tapi biarlah, kan kuberi sesuatu yang spesial untuk abangku yang satu
ini. Sore pun tiba, aku ajak temanku Yupiter . Kami ber-tiga berangkat ba’da
isyak dari kaliurang, sampai di basecamp pendakian pukul 23.00 setelah melakukan
registrasi kami sempat rehat sejenak. Meski sempat mau buang air besar,
gara-gara gak ada air kutahan saja. Hehe
00.00 WIB
Kami mulai pendakian dari jalur New Selo boyolali. Ini
adalah pendakianku yang ke-dua setelah gunung merbabu setahun yang lalu.
Aku tak pernah berpikir tujuanku hanya puncak, lebih
dari itu. Aku merasa nyaman setiap pendakian yang kulakukan. Aku membayangkan
bagaimana jika setiap langkah yang kuayunkan dibarengi dengan dzikir dan rasa
takjub atas ciptaan Allah yang maha indah itu, ya semua itu akan sangat
membayar rasa lelah seorang pendaki.
Banyak hal yang aku dapatkan dari naik gunung, aku
belajar bagaimana aku mengagumi ciptaan Allah yang sangat tinggi ini. Bagaimana
Allah sendiri yang yang menjaganya, maka aku semakin yakin bahwa Allah maha
mampu jika hanya menjagaku.
Kemudian ketika kulihat langit-langit dan bintang-gemintang
di langit, pun dengan sinar lampu dari dataran bumi dibawah yang ku injak. Subhanallah,
indah sekali. Bagaimana kami mahlukmu menjadi sombong dengan ilmu yang hanya
setitik, atau kekayaan yang hanya titipanmu, sementara engkau Allah yang punya
segalanya ini?
Di gunung, aku juga belajar bagaimana aku menjaga
manusia yang membutuhkan mahluk lain, maka aku mulai berpikir tentang kerusakan
yang ada di bumi dan di langit. Ya benar, itu ulah kami. Manusia. Maka tak ada kesombongan ketika naik gunung, sesama
pendaki akan saling menyapa dan menyemangati. Aku pun belajar bagaimana
seharusnya aku menjaga alam dengan tidak mengotorinya.
Pukul 07.00 pagi seingatku kami sudah sampai di batu
gajah, sebelum pasar setan atau pasar bubrah. Kudirikan tenda dan istirahat
untuk persiapan summit attact. Ah, ternyata mas muiz tak mau sampai puncak, dan
terpaksa aku dan Yupi naik berdua. Its oke..
Aku ingat ketika kami telah melewati pasar bubrah,
pemandangan disebelah kanan kami bak gunung merbabu ada ditengah-tengah ombak
di lautan. Ah, tak tergambar indahnya. Kamu harus melihatnya sendiri kawan.
Tiba saatnya kami harus melewati medan berpasir yang
sangat susah, bagaimana tidak setiap naik 3 langkah akan turun 2 langkah. Antara
menyerah dan kembali sebelum puncak, atau berjuang sedikit lagi. Kami memilih
yang ke2, pantang mundur sebelum mencapai puncak idaman.
Akhirnya sekitar pukul 10.13 tanggal 1 november 2014 kami berdiri kokoh diatas puncak merapi. Wow,
aku melihat sendiri kawah yang sempat menguap dan menjadi bencana tahun 2010
kemarin. Seperti tak percaya, aku berdiri diatas puncak yang biasanya hanya
kulihat keindahannya dari daerah kaliurang.
Sebenarnya aku ingin sholat dhuha di puncak merapi ini,
tetapi karena puncak merapi sangat sempit dan nyawa taruhannya jika jatuh. Aku hanya
dapat bersujud syukur, Alhamdulillah ya
Allah.
Selamat
wisuda abangku, ini kado kecil dariku
Tak lupa aku doakan teman-teman terdekatku. Khusunya yang
hari ini sedang wisuda. Andika Wiratama
S.Farm, selamat ya mas Wir sudah lulus cumlaude di usia mudamu ini. Semoga menjadi
farmasis yang amanah.
Aku ingat ketika dulu dalam kereta saat perjalanan ke
Jakarta. Cerita dan impian-impian kita, engkau ingin melanjutkan studimu ke
Belanda. Kini jalanmu semakin dekat mas, kudoakan semoga segera terkabul. Aku selalu
menunggu cerita-ceritamu terlebih saat suatu saat nanti kau akan mengirimiku
surat, dengan alamat dari Belanda. Negeri kincir angin itu. Seperti pada peta
rencana perjalananmu keliling Eropa. Ah… aku tak sabar menunggu masa itu tiba mas
wiraku.
Begitupun aku mas, aku juga tak sabar ingin membalas
suratmu itu ketika kelak aku juga sudah di negeri pusat pengetahuan, Japan. Ya
Allah, kabulkanlah doa perindu negeri-negerimu selain Indonesia ini ya Allah.
Maaf mas Wir,
aku tak dapat menemani kebahagiaanmu di hari ini, inilah caraku menyumbang rasa
bahagia karena engkau telah diwisuda. Sekali lagi selamat ya Mas. Semoga aku
segera menyusul.
Amin
wah,,,wah... keren sekali nih jalan-jalan ...
BalasHapusserru sekali perjalan ke pegunungan, tadabbur alam... hehe
Terimakasih. Iya ruf... Perjalanan spiritual. hehe
BalasHapus